Catatan Sunrise di Sikunir(Dieng)


Pernahkah kalian mendengar Dieng Culture Festival? Selamat bagi kalian yang sudah pernah mampir ke dieng pada saat acara itu. Kalau nggak salah sih DCF atau Dieng Culture Festival merupakan sebuah gagasan dari mahasiswa KKN UGM. Nah bukan saya mau cerita soal DCF yang gagasan anak-anak KKN, yang saat itu ibarat gayung bersambut oleh warga sekitar pun akhirnya terlaksana Dieng Culture Festival ini.

Dieng yang terletak sekian meter diatas permukaan laut ini sudah merupakan dataran tinggi, makanya disebut Dieng Plateu alias Dataran Tinggi Dieng. Terletak di kabupaten Wonosobo atau Kabupaten Banjarnegara ya? Ya kira-kira diantaranya lah. Soalnya ada bagian dieng yang sudah masuk Banjarnegara, dan ada juga yang masuk ke Wonosobo.

Sabtu(30/06), sore setelah saya siang harinya merapat di #HootUpJogja saya berangkat ke Dieng. Eh tapi rencana awalnya itu saya bakalan berangkat ke Dieng itu bareng rombongannya mbak Widi, untuk berangkat Jumat sore. Tetapi karena saya mendadak berhalangan akhirnya saya tidak ikut yang berangkat Jumat sore, saya memilih sabtu sore, setelah acara dari Hootsuite kemudian saya berangkat bareng Putro dan Vita sesuai jam tangan saya saat itu sih meluncur dari Jogja sekitar pukul 16:00.

Saya memberanikan diri untuk membawa kekasih saya untuk ke Dieng, yah itung-itung nambah jam terbangnya dia kan. Soalnya paling jauh cuma Magelang sama Bantul, kali ini diuji coba untuk sampai ke Dieng. Dan untungnya motor saya yang satu ini bandel sekali selama perjalanan, sampai-sampai ditanjakan terakhir di Dieng yang terhitung panjang akhirnya motor saya mogok karena kepanasan atau mungkin putaran mesinnya nggak pas gitu. Yah itu hal biasa untungnya sudah didaerah yang dingin, jadi cepat dingin dan saya dapat menyusul Putro dan Vita, soalnya saya sempat tertinggal beberapa menit dibelakang.

Memang niatnya disini saya hanya hadir di Dieng bertepatan pada Dieng Culture Festival, walaupun bukan untuk memotret acaranya sendiri sih. Cuma pengen jalan-jalan, jadi ketika sampai disana saya ngikutin sowannya bocah KKN Putro yang rupanya punya nama panggilan dari warga Dieng yaitu, “Slamet”. Katanya nama Slamet didapat pas rapat desa gitu kalau nggak salah denger sih.

Malam setibanya disana disambut udara yang dingin sekali je, soalnya saya agak konyol nggak bawa sarung tangan yang tebal (menutup penuh tangan) tapi cuma bawa sarung tangan yang ujungnya bolong itu. Jadi sampai sana saya ngomong, “kok jariku membiru ya?” dengan kalem. *buru-buru masukin tangan ke jumper*. Oke ini baru 14 derajat celcius kata termometer, gimana nanti subuh mau ke Puncak Sikunir yang disana katanya ada tempat indah untuk melihat Sunrise gitu deh.

Berdasarkan cerita Slamet a.k.a Putro, ada beberapa spot untuk melihat sunrise salah satunya Sikunir, salah lainnya saya lupa. Yang jelas bagus katanya putro tempatnya, sayangnya perjalanan kali ini tidak diniati untuk beberapa hari disana hanya semalam saja. Mungkin dikasih pantun, “Kalau ada sumur diladang boleh kita menumpang mandi, jikalau ada umurku panjang mungkin aku numpang mandi di Dieng” #GagalPantun.

Nah jalan-jalan kali ini dipersembahkan oleh ke Selo-an sana bersama Anno, Putro, Deny, dan Vita(nggak ikut ke Sikunir).

This slideshow requires JavaScript.

2 thoughts on “Catatan Sunrise di Sikunir(Dieng)

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.